Rosinante - Will You Marry Me?
(Woogyu-Yadong-Myungyeol-ForeverAloneSungjong)
[ALERT] (Heavy Class TELENOVELA detected)
Jung
Arleanyeop - Duke dari Spanyol / pemilik perkebunan mawar
Hari
itu adalah hari minggu yang ceria. Dengan sinar mentari bersinar terik, manusia
manusia bersembunyi dibawah awan yang lewat, burung-burung berkicau di dahan
pohon.
Jangfanny
Immanuella sangat gembira. Hari ini pesta pernikahan termegah se Spanyol akan
diadakan di halaman istana King Jongwan--sang ayah tercinta. Bunga bunga mawar
segar yang dipilih langsung dari ladang mawar perkebunan Bangsawan Jung
Arleanyeop dipajang dan tertata dengan rapi disetiap sudut. Jangfanny hanya
ingin pesta pernikahan terbaik yang bisa membuat semua gadis diseluruh Spanyol
menggigit jari.
King
Jongwan tentu hanya menginginkan yang terbaik untuk pernikahan putri pertamanya
tersebut. Tapi sepertinya ada yang menghembuskan napas dengan sedikit kentara.
“
Sayang... “ Jangfanny maju dan meletakkan tangannya diatas pundak adiknya
tercinta.
“
Kau menghela napas. Ada apa? “ Jangfanny memijat dengan lembut pundak adiknya
tersebut.
Gyullathrix,
putri kedua dari King Jongwan, menatap pada kakaknya dengan ekspresi sedih.
Namun sebuah senyuman tipis menghiasi sudut bibirnya.
“
Tidak Kakak. Aku hanya merasa... “ Gyullathrix tidak melanjutkan perkataanya.
“
Kau gugup? Yang akan menikah adalah aku tapi kenapa kau yang gugup? “ Jangfanny
terkekeh sambil kembali memijat pundaknya.
Gyullathrix
menggeleng sambil meletakkan jemarinya yang lentik diatas tangan kakaknya.
“
Bukan, Kakak. Aku hanya membayangkan akan bagaimana hidupku kedepannya
tanpamu... “
Jangfanny
dilamar oleh seorang pria tampan dari Prancis. Seorang bangsawan bernama Hoya
Alfonso Fernandes yang sudah ia kenal dua tahun terakhir melamarnya saat ia
sedang melakukan jalan-jalan rutin dengan sang bangsawan. Di antara petak-petak
bunga dan wangi lavender yang menguar dilangit, sang bangsawan berlutut
dihadapannya dengan sebelah tangan terulur.
Jangfanny
tak dapat menahan gejolak dalam dada yang menggebu-gebu saat mendengar kalimat
penuh cinta mengalun dengan indahnya keluar dari bibir sang bangsawan yang
sangat menggoda.
Dengan
airmata yang mengalir turun dari pipinya yang halus, Jangfanny mengangguk dan
sang bangsawan kembali berdiri di atas kakinya dan merengkuh tuan putri dalam
dekapan hangatnya.
Mereka
berdua seolah menyatu. Terbekukan oleh waktu, dibuai oleh takdir.
“
...kak... Kakak... ”
Jangfanny
tersadar dari lamunannya. Ia menundukkan kepalanya dengan keanggunan luar biasa
menyembunyikan rona merah muda yang merambat perlahan di pipinya. Ia terlalu
lama mengenang kembali masa dimana ia dibuai oleh cinta sang bangsawan Prancis
sehingga lupa sang adik tercinta telah sejak lama memanggilnya.
Gyullathrix
tersenyum penuh arti. Ia mengangkat tangannya, menyapukannya perlahan pada
wajah kakaknya yang masih merona.
“
Sebentar lagi kau harus keluar menuju altar. Ayahanda sudah menunggu, ” ia
mencubit manja pada pipinya dan tertawa kecil.
Jangfanny
mengerutkan wajahnya tanda tak suka akan perlakuan adiknya barusan, tapi ia
tetap mengambil tangannya dengan lembut menggenggamnya.
“
Aku akan segera menikah, tapi kau tak perlu khawatir, adikku... ” Jangfanny
tersenyum, meremas lembut tangan tersebut kemudian kembali melanjutkan, “ Hoya
bilang padaku bahwa dia mengundang beberapa temannya ke pesta pernikahan. Kau
mungkin bisa menemukan satu yang kau sukai. ”
Jangfanny
tertawa saat melihat rona merah menawan merambat perlahan dipipi sang adik
tercinta. Ia sangat suka menggoda adiknya. Toh, cepat atau lambat Gyullathrix
juga akan segera menemukan belahan jiwanya. Ia tidak akan sendirian lagi. Dan
Jangfanny tidak perlu khawatir lagi.
“
Hei hei para bidadari yang cantik jelita, apakah ini sudah waktunya untuk
mengantar sang pengantin ke altar? ”
Sebuah
suara merdu mengagetkan kedua tuan putri tersebut. Mereka menoleh dan melihat
sang pengiring pengantin, Jongsicca muncul dari balik pintu dan dengan anggun
melangkah kedalam ruangan. Jongsicca tertawa riang saat melihat kedua saudari
tersebut sedang menghabiskan waktu bercengkrama berdua.
“
Apa yang kulewatkan disini? ” Jongsicca mengangkat gaunnya dan menempatkan
dirinya disamping Jangfanny.
“ Oh
Sungjong, apa yang kau lakukan disini? Kau harusnya membawaku ke altar! ” seru
Jangfanny.
“
Maaf, tapi kedua tuan putri sedang menghabiskan waktu bersama, aku tidak bisa
tidak ikut mendengarkan apa yang kalian tengah bicarakan. Kalian tahu,
percakapan menjelang pernikahan itu, ” kata Jongsicca sambil merapikan poni
kecoklatannya dengan santai.
“
Apalagi, aku dengar apa yang Jangfanny bicarakan tadi tentang beberapa pangeran
tampan yang turut diundang ke pesta oleh bangsawan Hoya, ” Jongsicca terkekeh
pelan kemudian mencolek pipi Gyullathrix yang kembali bersemu merah.
“
Aku tadi sudah melihat para tamu berdatangan, kau mungkin akan kaget saat
melihat para pangeran tampan memenuhi taman, ” Jongsicca berkata dengan nada
riang sambil terus menggoda Gyullathrix.
“
Sudahlah, hentikan menggoda adikku Jongie. Ayo cepat antar aku segera, ayah
sudah menunggu! ” Jangfanny dengan panik berdiri dan merapikan gaunnya.
Gyullathrix ikut membantu merapikan gaun dan rambutnya.
Jongsicca
berdiri dan merapikan surai kecoklatannya dengan anggun kemudian berjalan ke
pintu.
“
Kau mungkin tidak ingin keluar dengan penampilan seperti itu, ” katanya sambil
menunjuk kearah Gyullathrix. Jangfanny mengikuti arah pandangan Jongsicca dan
mengamati adiknya itu untuk sesaat.
“
Dia benar. Sayangku, aku ingin kau memoles bibirmu sedikit lagi. Aku tidak
ingin melihatmu dengan bibir pink pucat tersebut, tidak di hari pernikahanku.
Kau lihat bibirku? Kau harus semenawan ini Gyu! ” Jangfanny menelusurkan
jemarinya diatas bibir ranum Gyullathrix yang tampak hanya dipoles sedikit
dengan lipgloss pink.
Gyullathrix
dengan panik dan takut mengganggukkan kepalanya sedikit. Jika Jangfanny sudah
berkata, maka itu artinya Gyullathrix harus menuruti apa yang ia katakan.
“
Kau lupa bungamu, sayang, ” Jongsicca menyerahkan sebuket mawar merah ketangan
Jangfanny saat gadis itu sudah berdiri didepan pintu. Jangfanny berbalik
menatap adiknya yang masih tampak bingung.
“
Aku tunggu kau diluar, Gyu, ” Jangfanny tersenyum dengan menawan kemudian
berbalik dan mengangguk pada Jongsicca.
Gyullathrix
hanya bisa diam melihat mereka berdua meninggalkan ruangan. Seiring pintu yang
menutup dihadapannya, ia bisa mendengar dentang lonceng dikejauhan.
~
Sang
pangeran meletakkan gelas anggurnya diatas meja kemudian mengambil sebuah
biskuit yang ada didekatnya. Ia mengunyah biskuit tersebut kemudian mengangguk
kecil akan rasanya yang ia sukai. Seorang pria lainnya datang mendekatinya dan
menarik lengan bajunya dengan sedikit gugup, membuat sang pangeran menoleh
kearahnya.
“
A...aku tidak tahu apa ini akan berhasil, ” katanya gugup. Wajahnya menunjukkan
ekspresi takut dan gugup, membuat sang pangeran dari Itali tersebut mengangguk
paham dan membersihkan tangannya dari remah biskuit.
“
Dengar, Myung... Kau tampak hebat. Tampan, seperti biasa. Tak ada yang kurang
darimu. Aku yakin kau akan baik-baik saja. Lagipula siapa disini yang bisa
menyakitimu, ” sang bangsawan menoleh kesekeliling untuk menegaskan maksud
perkataannya, kemudian menoleh kembali kearah temannya dan menautkan sebelah
alisnya.
Tapi
ekspresi yang ia lihat pada wajah sahabatnya itu membuatnya yakin perkataannya
barusan tidak membantu menenangkan hatinya yang sedang gundah.
“
Dengar, Hoya mengundangmu. Hoya temanku dan temanku juga adalah temanmu, Myung.
Meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung padamu tapi menurutku dia
tidak akan keberatan dengan kehadiranmu disini. Kau tidak melakukan sesuatu
yang buruk sampai kau harus mengurung dirimu terus-menerus. Dia justru akan
senang melihat teman-temannya disini, ” ia menepuk pundak bangsawan itu dengan
maksud menenangkan. Dan ia sedikit lega melihat raut tenang pada wajah
sahabatnya tersebut.
Meskipun
harus dia akui Hoya tidak secara langsung mengundangnya, tapi ia hanya ingin
sahabatnya itu ikut dengannya merayakan pesta kegembiraan dari bangsawan
Prancis tersebut. Sudah cukup lama sahabatnya itu mengurung diri di istananya
dan tidak melakukan apapun untuk mengubah kebiasaan buruknya itu.
Namdimir
merasa tindakan yang ia lakukan itu sangat benar. Ini juga ia lakukan agar
sahabatnya, Myungskofic, pangeran dari Napoli, bisa sedikit melupakan bebannya
dan bersenang-senang disini.
“
Ayolah, bersenang-senanglah disini, itu tujuannya kau datang kesini bukan?
Lihat, banyak para gadis yang menunggu untuk kau hampiri, ” bangsawan dari
Itali tersebut menelusurkan pandanganya ke seluruh penjuru taman untuk
menegaskan maksud kalimatnya pada sahabatnya.
Dia
benar. Banyak gadis yang sejak pertama mereka turun dari kereta yang membawa
mereka dari Napoli, dan menginjakkan kaki di taman tersebut, banyak mata yang
memandang kearah mereka berdua, terlebih sahabatnya Myungskofic. Para putri
disana tentu saja merasa bahwa Myungskofic dengan paras yang rupawan, ditambah
titlenya sebagai seorang pangeran, membuat para gadis seketika dimabuk asmara.
Tapi
Namdimir Martin Hyunzchotte tidak berkecil hati. Dia juga punya keunikan dan
nilai tersendiri yang ia yakin bisa membuat para gadis jatuh hati padanya.
Lagipula, ia juga seorang pangeran. Ia hanya bisa menunggu sampai matanya
menemukan sosok yang tepat.
“ Hei,
kawan, ” Ia menoleh dan melihat sang mempelai pria, sahabatnya, berjalan
kearahnya. Ia membalas lambaiannya dan tertawa singkat.
“
Kau tampak luar biasa, ” puji sang mempelai pada Namdimir.
“
Hei, jangan memujiku. Yang harusnya tampak luar biasa itu kau, kau akan menikah
hari ini, ” Namdimir tertawa sambil memukul lengan sahabatnya dengan main-main.
“ Ah
halo, pangeran Myungskofic, ” Hoya menyadari kehadiran pangeran dari Napoli
tersebut dan mengangguk sopan kearahnya. Myungskofic tersenyum gugup dan
membalasnya dengan anggukan singkat.
“
Hyun... Aku gugup, ” Hoya berkata.
Namdimir
mendecakkan lidahnya dan tangannya bergerak merapikan kerah tuxedo dari sang
mempelai pria tersebut.
“
Beraninya kau bicara seperti itu dihadapanku. Harusnya aku yang gugup, kau
sebentar lagi akan menikah sedangkan aku? ” katanya tanpa sedikitpun bermaksud
melukai perasaan sahabatnya tersebut.
“
Ahaha. Aku tahu. Karena itu makanya aku mengundangmu ke pesta pernikahanku.
Siapa tahu kau bisa menemukan seseorang yang cocok denganmu disini. Aku kenal
dengan adiknya Jangfanny, dia manis seperti Jangfanny tentu saja. Aku rasa kau
akan cocok dengannya, ” balas Hoya sambil melempar tatapan menggoda kearah
sahabatnya.
“
Ah, aku akan menemukan pasanganku sendiri, terima kasih, ” kata Namdimir tegas.
“ Kurasa kau harus segera ke altar, pernikahannya akan segera dimulai, ” ia
menunjuk kearah kerumunan undangan yang memasuki taman dan mencari tempat duduk
mereka.
Hoya
mengangguk kemudian menoleh singkat kearah dua pangeran didepannya tersebut.
“
Aku pergi dulu, doakan aku ya, ”
Bangsawan
Namdimir dan Myungskofic mengangguk pada sang mempelai. Kemudian saat Hoya
sudah beranjak menuju altar, Namdimir menyikut sahabatnya didada.
“
Hei, Kurasa kita juga harus segera mencari tempat. Ayo, ”
Myungskofic
mengangguk dan berjalan terlebih dahulu. Sedangkan Namdimir, seolah membeku,
matanya tak lepas memandang sesosok bidadari yang baru keluar dari dalam gedung
dan berbaur dengan kerumunan orang. Surai merahnya yang semerah api, bibirnya yang
membara, kulitnya yang putih dan sehalus porselen. Langkahnya yang halus dan
lembut layaknya angin...
Jika
bukan karena Myungskofic yang membuyarkan lamunannya, Namdimir pasti sudah
mengejar bidadari tersebut. Kemanapun bidadari itu pergi...
Dan
saat ia berhasil mendapatkan tempat disamping seorang pangeran dari Armenia,
dia tidak bisa menghilangkan sosok bidadari tersebut dari benaknya.
Meskipun
suasana sangat syahdu, dengan isakan lembut Jangfanny saat menjawab sang
pendeta, tangis dari kedua wanita yang ia yakini sebagai Ibu dari kedua
mempelai, Namdimir masih tenggelam dalam lamunannya.
Dan
bahkan saat kedua mempelai tersebut telah menyatu, diantara sorakan dan tepuk
tangan para undangan, Namdimir tahu bahwa ia jatuh cinta.
Hatinya
telah dicuri oleh sesosok bidadari dengan surai api dan sayap angin.
“
Hei, kita harus segera berdiri, mempelai wanita akan melemparkan buket
bunganya, ” Myungskofic menyikut lengan sahabatnya tersebut. Dan Namdimir
seperti tersadar dari lamunannya segera berdiri dan mengikuti sahabatnya
beranjak dari area tersebut menuju tempat dimana kerumunan pangeran dan putri
yang menunggu untuk menangkap buket bunga yang dilempar oleh mempelai wanita.
Dan
saat itulah ia melihatnya. Berdiri didekat pilar, tersenyum pada seorang gadis
berambut biru gelap yang sedang tertawa. Namdimir merasa jantungnya berhenti
berdetak saat itu juga. Senyum dan tawa dari bidadari itu seolah telah menarik
jiwa sang pangeran tersebut keluar dari tubuhnya.
Ia
ingin beranjak menuju kesana, tersenyum dan menghirup aromanya yang pastinya
memabukkan, dan mungkin jika ia beruntung bisa mendapatkan sebuah nama...
“
Hei, Hyun! Awas! ”
Namdimir
lagi-lagi tersadar dari lamunannya dan segera mendongak begitu mendengar
jeritan Myungskofic. Tangannya terangkat dan sebuah benda meluncur dengan mulus
kedalam telapak tangannya.
Dengan
bingung ia menatap benda yang ia tangkap barusan.
Tepukan
tangan dan sorakan riang terdengar menggema ditelinganya. Myungskofic menepuk
pundaknya dengan semangat dan mengatakan sesuatu tentang “selamat,” “beruntung”
dan lainnya yang tidak begitu ditangkap oleh sang pangeran.
Ia
mengangkat kepalanya dan melihat kearah pilar sekali lagi untuk dirundung oleh
rasa kecewa yang sangat menyesakkan. Melihat bahwa bidadarinya tak lagi berada
disana. Menghilang entah kemana.
Ia
tidak lagi mempedulikan puluhan ucapan selamat dari orang-orang disekitarnya
saat hatinya tengah merasakan kekecewaan yang menyakitkan dan hanya menatap
dengan pilu kearah buket mawar yang berada dalam genggamannya tersebut.
~
Gyullathrix
segera keluar dari ruangan tempat Jangfanny dirias sebelumnya untuk mencari
sosok sahabatnya diantara puluhan undangan. Ia sedikit gugup dengan bibirnya
yang terasa aneh saat dipoles dengan lipstik merah pekat oleh perias sebelumnya.
Matanya
mencari kesekeliling dan melihat ayahnya tengah mengiringi Jangfanny menuju
altar dengan Jongsicca tepat dibelakangnya memegang ekor gaunnya. Di altar, ia
melihat sang pangeran dari Prancis telah berdiri dengan gugup disamping
pendeta.
Ia
hanya bisa mengulum senyum kecil.
Ia
kembali meneruskan langkahnya menuju deretan kursi depan tempat dimana ibunya
telah menunggu dan tiba-tiba menoleh saat mendengar seseorang memanggil
namanya.
“
Gyu! Hei, Gyu! ”
Gyullathrix
merasa beban berat menggelayuti lengan kirinya dan melihat bahwa itu ternyata
sahabatnya yang sedang bergelayut manja padanya.
“
Hei, tuan putri, ” sapanya pada gadis yang menggelayuti lengan kurusnya itu.
Gadis itu mengangkat wajahnya dan merapikan poni biru gelap miliknya dari depan
matanya.
“
Hei, Gyu. Aku senang sekali hari ini. Pernikahan kakakmu sungguh luar biasa, ”
kata gadis itu sambil kembali meluruskan tubuhnya. Gyullathrix hanya tertawa
ringan.
“
Pernikahannya bahkan belum dimulai, Yeol, ” katanya sambil menurunkan tubuhnya
diatas kursi disamping Ibunya. Gadis itu, Yeolanna mengikuti dengan duduk
disampingnya. Mereka berdua menatap kearah altar dan melihat Jangfanny berdiri
disamping calon suaminya.
“
Kau tahu, Jangfanny kelihatan saaaangat cantik, ” terdengar gumamam setuju dari
sampingnya, “ Tapi tentu saja tidak ada yang secantik dirimu, Gyu~ ” Yeolanna
kembali bergelayut manja pada Gyullathrix.
“
Kalian berdua benar-benar cantik, tapi kurasa kau lebih cantik dari siapapun
Gyu, aku serius, ” Gyullathrix hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatnya
barusan. Terserah apa yang sahabatnya itu katakan, tapi menurutnya yang harus
tampil paling cantik tentu saja adalah sang mempelai wanita itu sendiri karena
dialah inti dari acara pernikahan tersebut.
Gyullathrix
pun merasa putri dari bangsawan Kwangsoote, pemilik kebun anggur dan pabrik
pengolah wine terbesar ini, hari ini tampil luar biasa cantik. Tak kalah cantik
dari mempelai wanita yang saat ini tengah membacakan sumpah setianya di atas
altar.
Dengan
kulitnya yang seperti susu, surai biru gelapnya yang diikat dikedua sisi kepala
yang melingkar jatuh melewati leher jenjangnya, gaun hitamnya yang
memperlihatkan lekuk tubuhnya, bahu, serta tulang dadanya. Harus ia akui ia
sangat menyukai penampilan gothic dari sang putri bangsawan ini.
Ia
yakin bangsawan mana yang tidak akan tergila-gila pada sosoknya yang luar biasa
menawan.
Tapi
Gyullathrix tidak berkecil hati. Meskipun ia sedikit tidak percaya diri, tapi
demi pernikahan kakaknya dihari ini, ia tidak keberatan untuk sehari saja
membanggakan dirinya.
Ia
juga merasa sudah tampil cukup cantik hari ini. Hanya saja ia tidak cukup yakin
dengan penampilannya yang akan menarik perhatian bangsawan manapun. Surainya
yang berwarna merah pekat, turunan dari sang Ibu tercinta, kulitnya yang bening
dan halus, dan gaun yang berwarna putih gading dengan renda-renda emas yang
melintang dibagian rok (sengaja dipilih langsung oleh Jangfanny untuk dikenakan
oleh Gyullathrix) membuat penampilannya menjadi lebih menonjol dari sebelumnya.
Ia
tidak berkecil hati. Karena Jangfanny dan Jongsicca tidak henti-hentinya memuji
penampilannya sedari awal ia mengenakan gaun tersebut. Ditambah Ibunya yang
menggodanya pagi ini dan Yeolanna yang terus-menerus memujinya membuat rasa
percaya dirinya semakin bertambah. Setidaknya ia berharap apa yang Jongsicca
katakan diruangan rias tadi setidaknya menjadi kenyataan dihari ini.
Ia
ingin bertemu dengan belahan jiwanya. Jika tidak sekarang, kapan lagi?
“
Hei Gyu, ini waktunya bagi mempelai wanita untuk melemparkan buket bunganya,
ayolah. Aku ingin mendapatkan bunga tersebut, ” Yeolanna menariknya berdiri.
“
Untuk apa kau menginginkan bunga tersebut, Yeol? ” tanya Gyullathrix sambil
tertawa kecil. Ia dan Yeolanna berjalan kedekat pilar dimana ia bisa melihat
Jangfanny mulai memberi aba-aba untuk melempar bunganya.
“
Hmm.. Aku hanya menginginkannya. Kau tahu, aku juga ingin segera naik ke altar
seperti Jangfanny, ” Yeolanna tersenyum malu-malu dan membuat sahabatnya itu
tertawa.
“
Jadi kau ingin mendahuluiku, huh? ”
Yeolanna
tertawa dan itu membuat Gyullathrix tersenyum. Ya, ia hanya bisa berharap
semoga keinginan sahabatnya itu bisa terkabul.
“
Ah, dia hendak melemparnya! Aku harus mendapatkannya! ” Gyullathrix terkejut
saat tiba-tiba saja Yeolanna berteriak dan berlari meninggalkannya saat
Jangfanny melempar buket bunga tersebut.
Gyullathrix
lagi-lagi hanya tersenyum meskipun ditinggal sendiri. Tapi kemudian matanya
menangkap sesuatu yang ada diatas meja, ia pun menelan liurnya dengan gugup dan
saat tidak ada orang yang melihat ia segera beranjak menuju meja tersebut.
Ia
mengambil sebuah tart stroberi mini yang tersusun rapi diatas meja dan
memasukkannya ke mulut saat ia mendengar suara sorakan dan tepukan dari arah
kerumunan undangan. Ia tidak melihat siapa yang berhasil mengangkap buket mawar
tersebut, tapi kue tart dihadapannya membuatnya tidak bisa memikirkan hal
apapun. Ia pun hanya bisa berharap semoga Yeolanna mendapatkan apa yang ia
harapkan.
Ia
yakin kue tart stroberi yang hendak ia lahap itu adalah yang ketiga belas saat
ia melihat Jongsicca menghampirinya. Wajahnya terlihat seolah menahan sesuatu
dan itu membuatnya bertanya-tanya.
“
Yeolie tidak mendapatkan bunganya, ” Jongsicca seolah bisa menebak apa yang
Gyullathrix pikirkan dalam benaknya. Dan sesaat kemudian tawanya pun pecah.
“
Kau harus lihat bagaimana ekspresinya saat dia melihat orang lain yang
mendapatkan bunga tersebut, ” Gyullathrix hanya tersenyum, ia tahu hal itu lucu
tapi Jongsicca harus menghentikan tawanya karena itu terlihat tidak sopan.
“
Jangan tertawa, kau tahu bagaimana Yeol menantikan hari ini untuk mendapatkan
buket bunga tersebut, ” Gyullathrix dengan cepat mengulurkan tangannya
mengambil segelas anggur yang sedang dibawa oleh pelayan.
“
Ya.. Aku tahu. Aku jadi sedikit kasihan padanya, ” gumam Jongsicca sambil
mengambil sebuah muffin dari atas meja. Gyullathrix meminum anggurnya dengan
tenang dan mengangguk perlahan.
“
Sekarang, ada dimana dia? ” ia bertanya pada Jongsicca.
Gadis
berambut kecoklatan itu menunjuk kearah sisi lain dari taman, dimana Yeolanna
tampak sedang berdiri bersama seorang dayangnya didekat meja penuh makanan.
Wajahnya tampak kesal dan mungkin sedikit sedih, tapi Gyullathrix sedikit lega
saat tahu bahwa sahabatnya tidak sendirian disana merutuki kemalangannya.
“
Kau harusnya kesana dan menghiburnya, Gyu. Dia bisa saja mengutuk seseorang
nanti, ” Jongsicca bergumam dengan nada candaan dalam kalimatnya barusan.
Gyullathrix bermaksud akan melakukannya nanti saat ia selesai mengisi perutnya
dengan makanan kesukaannya, tart stroberi, yang tampaknya tidak akan pernah
habis.
Tapi
yang pertama harus ia lakukan tentu saja menemui kakaknya dan memberinya ucapan
selamat yang pantas ia terima dihari yang bersejarah ini.
“
Aku ingin menemui kakakku dulu, aku ingin memberinya ucapan selamat. Kau ikut
Jongie? ”
Gadis
itu mengangguk dan mereka berdua hendak menuju kearah kedua mempelai yang
sedang melayani para tamu undangan saat Gyullathrix mendengar keributan disalah
satu sudut taman.
~
Myungskofic
masih tertawa dan membuat beberapa orang menatap dengan aneh kearahnya.
Namdimir mulai merasa kepribadian lain dari pangeran satu ini akan segera
keluar dan ia sedikit khawatir kalau-kalau hal itu terjadi dan menyebabkan
pangeran dari Napoli ini akan kembali mengurung dirinya untuk selamanya di
istananya.
“
Myung, hentikan tawamu. Orang-orang mulai melihatmu dengan aneh, ” bangsawan
dari Itali tersebut membisikkan kalimatnya sepelan mungkin, memastikan bahwa
hanya sahabatnya yang mendengarnya. Tapi pangeran satu itu masih tidak berhenti
tertawa dan semakin tertawa kencang dan mulai menepukkan kedua telapak
tangannya entah untuk apa.
Namdimir
melihat kesekeliling dan merasa orang-orang mulai menyadari keberadaan pangeran
dari Napoli tersebut. Ia menelan ludahnya, meletakkan buket bunganya dengan
hati-hati diatas meja dan menggenggam kedua tangan sahabatnya itu untuk
menghentikan tindakan autisnya barusan sekaligus menyelamatkannya dari rasa
malu yang akan membuatnya semakin menutup diri.
“
Myung! Sudah, hentikan! ” bisik Namdimir. Myungskofic tersedak dan seketika
berhenti tertawa. Ia mengusap air yang keluar dari matanya dan bergumam ‘maaf’
pada sahabatnya namun kemudian badannya kembali bergetar dan ia bersusah payah
menahan tawanya.
” Tolong... Hentikan aku.. Hyun... ”
Namdimir
bisa melihat sahabatnya itu sudah berusaha menahan dirinya. Ia pun melihat
keatas meja. Mencari apa yang bisa menghentikan penyakit aneh sahabatnya itu.
Ia melihat sepiring besar kue tart kecil yang terhidang dan ia pun mengambilkan
satu untuk pangeran tersebut.
“
Ini, makan ini dan berhentilah tertawa. Ataupun terkekeh. Ingat, kau tidak
ingin mempermalukan dirimu disini dan membuatmu kembali mengurung diri untuk
seribu tahun kedepan di kamarmu. Aku tidak ingin mendengar ibumu memohon-mohon
padaku lagi Myung, aku lelah mendengarnya, ” katanya sambil menyerahkan tart
tersebut pada sahabatnya.
Myungskofic
dengan gemetar mengambil tart tersebut dan melahapnya. Namdimir melihat para
pelayan yang membawakan anggur berjalan hilir mudik dihadapannya. Ia memanggil
seorang pelayan dan mengambilkan dua gelas anggur masing-masing untuknya dan
untuk sahabatnya.
“
Sudah lebih baik? ” ia mengulurkan segelas anggur padanya.
Myungskofic
menggangguk pelan dan menerima gelas anggur tersebut.
“
Terima kasih... ” ia menghembuskan napas panjang.
Pangeran
dari Itali tersebut hanya membalasnya dengan anggukan kemudian meneguk
minumannya.
“
Omong-omong, selamat. Kau mendapatkan bunganya, ” kata Myungskofic pelan.
Namdimir
menoleh kearah buket bunganya yang terletak diatas meja dan ia kembali teringat
akan bidadari yang sudah mencuri hatinya tersebut.
Andai
bidadari itu tidak beranjak dari tempatnya.
Andai
ia tahu nama dari bidadari tersebut.
Ia
ingin tahu apakah bidadari tersebut melihatnya menangkap buket mawar tersebut.
Ia
hanya bisa menghembuskan napasnya dengan pilu. Ia ingin bertemu dengan bidadari
itu lagi. Tapi diantara ramainya tamu undangan, ia sudah melayangkan
pandangannya kesetiap orang tapi tidak menemukan bidadarinya. Ia bertanya-tanya
ada dimana bidadarinya...
Apa
gadis itu bahkan benar-benar bidadari?
Karena
ia menghilang begitu saja dari hadapan sang pangeran disaat ia jatuh dalam
kubangan cinta dan berlumur asmara.
Ia
kembali larut dalam lamunannya dan tidak menyadari bahwa sahabatnya ingin
memakan kue tart lagi.
Myungskofic
menoleh dan melihat bahwa sahabatnya kembali melamun. Ia bertanya-tanya kenapa
hari ini sahabatnya itu terlihat banyak melamun. Apa ia sedang tidak enak
badan?
Bangsawan
itu memutuskan untuk menanyakan hal itu nanti. Ia melekatkkan gelas anggurnya
diatas meja dan mencari diantara puluhan jenis makanan yang terhidang kue tart
yang sahabatnya ambilkan untuknya tadi.
“
Semuanya kelihatan enak, aku jadi bingung ingin makan yang mana, ” gumam Myungskofic.
Saat ia hendak mengambil sebuah makanan ringan diatas meja ia tidak sengaja
menyenggol gelas anggurnya. Ia terkejut dan berusaha menghentikan tumpahan
cairan berwarna merah tersebut yang mengalir disepanjang meja. Saat mencoba
menghentikan aliran minuman tersebut ia juga tidak sengaja menarik taplak meja
dengan keras. Menyebabkan seorang gadis yang sedang menyandarkan tubuhnya ke
meja terkejut dan menoleh kebelakang.
“
Ma... Maaf! Awas! ” Myungskofic berteriak panik menyebabkan orang-orang kembali
melirik kearahnya. Aliran anggur tersebut tidak berhenti begitu saja, malah
semakin mengalir dengan kencang menuju kearah gadis tersebut.
Myungskofic
takut cairan anggur tersebut akan mengenai gadis itu sehingga ia pun memilih
melakukan tindakan yang seharusnya tidak ia lakukan.
Ia
menarik rok dari gaun gadis tersebut dengan maksud untuk menjauhkannya dari
aliran anggur yang mengalir turun layaknya air terjun dan membasahi lantai.
Sesaat Myungskofic bernapas lega tapi saat mendengar jeritan seorang gadis ia
sadar ia telah melakukan tindakan yang tidak pantas.
“
Ah! Kyaa! APA YANG KAU LAKUKAN?! ”
Myungskofic
mengangkat gaun gadis tersebut terlalu tinggi menyebabkan kaki jenjangnya
terlihat. Gadis berambut biru gelap itu dengan muka merah berusaha menutupi
kakinya dari puluhan mata yang melihat.
Myungskofic
tersadar akan tindakannya barusan dan segera melepaskan genggamannya pada gaun
gadis tersebut.
“
APA YANG KAU LAKUKAN? DASAR MESUM! ” gadis itu meneriakinya dengan muka merah
dan menarik kembali gaunnya. Myungskofic berusaha meminta maaf dan menjelaskan
apa yang baru saja terjadi saat ia merasakan ada yang menyengat di pipinya.
Rasanya seperti ada yang membakar pipi kanannya dan panasnya begitu menyengat.
Ia
baru saja menyadari bahwa gadis itu menamparnya dengan sangat keras.
Namdimir
mendengar adanya suara teriakan dan sebuah suara tamparan membuatnya menoleh
dan melihat sahabatnya dengan ekspresi tegang menatap seorang gadis dengan
wajah merah padam dihadapannya. Ia menyadari semua mata tengah menatap kearah
sahabatnya, dan yang ia takutkan dan ia harapkan tidak akan terjadi ternyata
baru saja terjadi.
Jangfanny
mendengar adanya keributan dan suara jeritan penuh amarah dari seseorang yang
sangat ia kenal. Ia pun menoleh kearah sumber suara dan menemukan Yeolanna
dengan eskpresi marah sedang menatap seseorang dihadapannya layaknya ia ingin
membunuh orang tersebut.
“
Ada apa? ” ia mendengar Hoya disampingnya bertanya. Ia juga berpikir hal yang
sama.
Apa
yang terjadi?
Namdimir
bisa melihat bagaimana sahabatnya itu mulai gemetar. Ini tidak bagus,
pikirnya. Ia melihat sekilas pada meja yang berantakan dan gelas anggur yang
tergolek. Sekilas ia bisa menangkap apa yang baru saja terjadi. Ia pun maju
mendekati sahabatnya tersebut dan menjelaskan apa yang terjadi.
“ Milady,
maafkan temanku. Ia tidak sengaja melakukannya, Milady, ” suara tenang
dan dalam dari Namdimir membuat suasana tegang sedikit mencair. Raut muka gadis
itu menjadi sedikit lebih normal, tapi Myungskofic masih gemetar di tempatnya.
Benaknya
dipenuhi oleh puluhan kata dan kalimat maaf untuk gadis tersebut. Ia
benar-benar tidak sengaja. Tapi puluhan mata yang melihat kearahnya membuatnya
seolah membeku ditempatnya berdiri. Bahkan suara tenang dari sahabatnya pun tak
mampu melelehkan pijakannya.
Yeolanna
terlihat menahan emosinya, ia menggigit bibirnya. Ia baru saja dipermalukan
oleh orang yang tidak ia kenal. Bangsawan yang maju dan berdiri dihadapannya
itu membuatnya tidak bisa berpikir dengan baik. Ia tidak tahu apakah ia harus
menjerit marah atau menuntut permintaan maaf pada pria yang tidak ia kenal
tersebut. Bangsawan itu bahkan sudah meminta maaf atas nama temannya tapi
kenapa ia menjadi tidak tahu harus bersikap bagaimana. Ia bingung.
Gyullathrix
tahu sahabatnya tengah terlibat masalah. Dan ia merasa harus ada disana untuk
menenangkan sahabatnya yang terlihat sewaktu-waktu bisa meledak karena emosi.
“
Jongie, aku rasa kita harus kesana. Yeolie butuh bantuan, ”
Jongsicca
mengangguk dan mengikuti gadis yang lebih tua darinya itu.
“
Yeolie! ”
Yeolanna
terkejut mendengar suara itu.
Namdimir
merasa mendengar suara malaikat.
Keduanya
menoleh dan melihat Gyullathrix tengah berlari menuju kearah mereka.
Yeolanna
merasa ingin menghambur memeluk sahabatnya tersebut dan menceritakan semuanya
pada sahabatnya agar ia merasa sedikit lebih baik.
Namdimir
merasa waktu seolah membeku saat ia melihat bidadarinya, malaikat yang telah
mencuri hatinya berlari kearahnya (atau begitulah yang ia kira)
Gyullathrix
dengan susah payah mengangkat gaunnya sedikit untuk mempermudahnya berlari
menuju sahabatnya. Tapi Jongsicca berlari terlalu dekat dibelakangnya sehingga
gadis muda itu tidak sengaja menginjak ekor gaun gadis didepannya.
Gyullathrix
dengan ekspresi penuh ketakutan dan horror merasa ia akan membuat dirinya
sendiri dipermalukan didepan khalayak ramai. Ia tidak siap untuk itu tapi apa
daya tubuhnya sudah melayang turun siap menghantam lantai.
Suara
tarikan napas tertahan sontak terdengar dan gadis bangsawan itu sudah siap
untuk yang terburuk.
Tapi
lama ia menunggu. Ia bertanya-tanya kenapa ia tak juga menghantam lantai batu
dibawahnya? Kenapa ia tidak mendengar jeritan Yeolanna ataupun Jongsicca?
Kenapa semuanya terdengar hening?
“
Kau tidak apa-apa? ”
Sampai
ketika ia mendengar suara itu, perlahan membuka matanya yang tidak sadar telah
ia pejamkan, dan menatap langsung pada sepasang manik coklat pekat yang menusuk
ke jiwanya.
Ia
tidak tahu kenapa ia merasa wajahnya panas dan tiba-tiba saja ia merasa seluruh
darah ditubuhnya bergerak dan berkumpul diwajahnya. Ia bahkan tidak tahu
bagaimana caranya untuk berdiri.
“
A...aku... ”
Ia
berada dalam dekapan lengan kokoh yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke
lantai. Dan entah kenapa ia merasa hangat. Dekapan sosok itu, yang menahan tubuhnya,
terasa hangat.
Perlahan
bangsawan itu mengangkatnya dan membantunya berdiri. Gyullathrix masih terlihat
kaget dan gugup.
“
Kau tidak apa-apa? ” suara itu terdengar lagi dan Gyullathrix entah kenapa
lagi-lagi merasa ia ingin mendengar suara tersebut memenuhi gendang telinganya
setiap pagi.
Jongsicca
mendekat perlahan dengan raut wajah seperti menahan sesuatu. Ia tersenyum pada
bangsawan tersebut kemudian melirik sekilas pada gadis dihadapannya.
“
Aku rasa dia tidak apa-apa, Milord. Benar begitu, Gyu? ”
Gyu
?
Gyullathrix
seperti tersadar dari lamunannya dan menyadari bahwa kedua tangannya sedari
tadi mencengkeram kedua lengan bangsawan itu dengan kuat. Ia segera menarik
kedua tangannya dan menyembunyikan wajahnya dari hadapan bangsawan didepannya.
“
Hei, ” Namdimir menyentuh dagu gadis itu dan menarik wajahnya perlahan agar ia
bisa melihat wajah bidadarinya itu dengan lebih dekat dan lebih jelas.
Jongsicca
mengulum bibirnya, mencoba untuk tidak mengeluarkan senyum liciknya yang akan
menggoda sahabatnya itu. Ia tahu Gyullathrix benar-benar tidak berani menatap
sosok pangeran tampan dihadapannya yang Jongsicca yakini telah mencuri hatinya.
Yeolanna
yang merasa masalah sekarang bukan lagi tertuju padanya tapi pada sahabatnya
bergerak mendekat. Ia mengkhawatirkan sahabatnya yang sedari tadi diam dan
terus menyembunyikan wajahnya.
“
Gyu, kau tidak apa-apa? ”
Gyu...
Mendengar
suara itu membuat Myungskofic menoleh kearah gadis yang menamparnya tadi dan
saat itu barulah ia menyadari sahabatnya tengah menatap seorang gadis cantik
berambut merah.
“
A...aku...tidak...-- ”
“
Gyu! Kau tidak apa-apa sayangku? ” Jangfanny tiba-tiba saja muncul dan menarik
adik kecilnya itu kedalam pelukannya.
Melihat
kemunculan sang mempelai wanita dihadapannya membuat Namdimir, dan Myungskofic,
bertanya-tanya.
Gadis
itu menyembunyikan wajahnya dalam dekapan saudarinya dan menggumam dengan
pelan.
“
Aku...tidak apa-apa, ”
“
Syukurlah kau tidak apa-apa. Aku khawatir kau akan jatuh dan menghantam lantai,
sayangku, ” Jangfanny mengusap surai api milik adiknya tersebut, surai yang
sama dengan miliknya, hanya warnanya lebih gelap dibanding miliknya.
“
Ah.. Kupikir akan terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, ” Hoya muncul
disamping Jangfanny dan menatap kearah gadis yang berada dalam dekapan istrinya
itu.
“
Syukurlah adikmu tidak apa-apa, ” katanya membuat Namdimir seketika bergeming.
Ia
menatap kearah gadis itu dan kearah mempelai wanita secara bergantian dan
barulah ia menyadari maksud perkataan Hoya barusan.
Adik...?
Gyullathrix
menolehkan kepalanya untuk menatap kearah bangsawan tersebut disaat yang tidak
tepat. Ia melihat wajah bangsawan itu bersemu merah dan semakin merona merah
saat mereka bertemu pandang.
Waktu
terasa seolah membeku, tidak ada yang berani bersuara, tidak ada yang berani
bergerak. Mereka yang melihat seolah menunggu sesuatu akan terjadi terhadap dua
insan yang saling menatap satu sama lain dengan tiada lain selain cinta dimata
mereka.
“
Ehem... Ada yang bisa menjelaskan padaku apa yang terjadi disini? ”
Semua
mata menatap kearah sumber suara yang baru bergabung diantara mereka. Dan
lagi-lagi mereka menahan napas saat melihat King Jongwan, bangsawan ternama
dari Spanyol, tuan rumah sekaligus ayahanda dari kedua saudari tersebut telah
berdiri diantara mereka. Disampinya juga berdiri bangsawan Jung ArleanYeop
memegang setangkai mawar, bangsawan Kwangsoote, dan bangsawan lainnya yang
menatap dengan penuh ketertarikan pada meraka.
“
Ah...benar... ” seperti tersadar, Namdimir segera berbalik menghadap Yeolanna
dan seketika membungkukkan badannya dengan sikap bangsawan sambil meletakkan
sebelah tangannya diatas dada.
“
Aku mohon maaf atas nama temanku, pangeran dari Napoli, Brayen Myungskofic.
Mohon maafkan kesalahannya yang tidak sengaja menarik gaun anda. Myung hanya
berusaha untuk menyingkirkan gaun anda agar tidak terkena tumpahan anggur, Mi
lady, ”
Myungskofic
seperti menemukan kekuatannya kembali, seolah es yang membekukan tubuhnya telah
meleleh. Ia merasa terharu atas tindakan sahabatnya yang memohon maaf atas
dirinya. Ia merasa mungkin inilah akhir dari segalanya. Ia tidak akan pernah
keluar lagi dari kamarnya. Ia tidak akan mempermalukan sahabatnya lagi, ia
tidak akan merepotkan orang banyak lagi. Tapi ia tahu itu percuma saja karena
Namdimir sahabatnya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
“
Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, tuan putri, ” suaranya terdengar
bergetar tapi ia bersungguh-sungguh. Namdimir menatap sahabatnya itu dalam
diam.
Yeolanna
tidak tahu apa yang harus ia lakukan disaat seperti ini. Tapi yang pasti, saat
melihat pipi bangsawan itu yang masih memerah setelah ia tampar beberapa menit
yang lalu, ia merasa sangat menyesal.
“
Maafkan aku karena sudah menamparmu, ”
Semua
mata kembali tertuju kearah mereka berdua dan suara tarikan napas pun kembali
terdengar saat gadis itu menyentuhkan jemarinya ke luka bekas tamparan di pipi
bangsawan tersebut.
“
Dan biarkan aku merawat lukamu, wahai pangeran dari Napoli, Myungskofic, ”
~
Namdimir
tak henti-hentinya menatap wajah dihadapannya yang sejak tadi tidak berani
untuk menatap balik kearahnya. Perlahan bangsawan tersebut mengangkat tangannya
dan merapikan surai api yang sedikit berantakan oleh angin. Tangannya seolah
bergerak dengan sendirinya menuruni kontur wajah itu dengan perlahan dan
berhenti dibawah dagunya. Dengan lembut ia memijit dagu itu dan membawa wajah
gadis itu mendekat kearahnya.
Tindakannya
tersebut menyebabkan Gyullathrix akhirnya menatap bangsawan itu secara
langsung. Tiada yang membatasi pandangan keduanya dan Namdimir entah kenapa
merasa sangat senang. Ia dapat menatap bidadarinya selama mungkin yang ia mau
dan bidadarinya dapat balas menatap padanya dengan sama.
Keduanya
seolah terhanyut dalam waktu yang terbekukan, dalam takdir yang membuai, dalam
romansa yang mendekap keduanya. Namdimir tahu bahwa ia telah menemukan sosok
yang tepat. Sosok yang tepat mengisi hidupnya, berada disisinya untuk seumur
hidupnya. Yang akan membuat hari-harinya menjadi lebih berarti.
Gyullathrix
pun ternyata merasa demikian. Apa yang Jangfanny dan Jongsicca katakan padanya
ternyata berbuah sekarang. Ia telah menemukan seseorang yang ingin ia lihat
setiap kali membuka mata dipagi hari, mengecup keningnya saat ia memejamkan
mata dimalam hari. Sosok yang akan membuainya diantara gelap malam, mendekapnya
sepanjang waktu, memberinya cinta dan mengisi hidupnya selamanya.
“
Hei... ” Namdimir menelusurkan jemarinya dipipi Gyullathrix. Gadis itu dengan
tenang memejamkan matanya dan membiarkan sang bangsawan menyentuhnya.
“ Hm?
” senandung halus yang memenuhi gendang telinganya membuat sang pangeran
semakin terbuai dan gila.
Sang
bangsawan menelusurkan jemarinya di bibir merah itu dan menahan napasnya dengan
berat. Ia benar-benar dibuat mabuk oleh bidadari itu. Perlahan ia mendekatkan
tubuhnya, menempelkan kepalanya kesisi sang bidadari dan menghirup aroma
tubuhnya yang benar-benar membuatnya mabuk kepayang.
“
Gyu... ” bisiknya pelan.
Gyullathrix
membuka matanya, tanpa ia sadari tangannya bergerak menyentuh lengan sosok
dihadapannya. Ia membawa bola matanya naik, menatap langsung kearah sepasang
manik coklat gelap yang balas menatapnya.
Gadis
itu seolah terbuai oleh tatapan itu. Ia ingin selamanya menatap pada manik itu
dan tidak akan pernah beranjak menatap yang lain. Gyullathrix menyadari bahwa
sang pangeran telah menutup matanya dan ia merasa sang pangeran semakin
mendekat... dekat... dan dekat...
Gyullathrix
dalam hati bersyukur mendengarkan perkataan Jangfanny sebelum ia keluar dari
ruangannya. Ia tahu tiada yang mampu menahan godaan dari bibir yang dipoles
merah menawan. Dan ia tahu tiada lagi yang mampu menahan gejolak diantara
keduanya ketika jarak diantara mereka menghilang dan lidah pun bermain.
~
“
Ah... ”
Jangfanny
menoleh kearah sang bangsawan yang sekarang telah resmi menjadi suaminya. Telah
resmi menjadi penerus dari kerajaan ayahnya, dan pemimpin dihatinya. Ia melihat
suaminya tampak seolah sedang berpikir.
“
Kau memikirkan sesuatu? ” Jangfanny berkata dengan lembut.
Hoya
mengangkat wajahnya dan menelusurkan pandangannya kebawah, kearah taman bunga
dihadapannya, dan ladang mawar dikejauhan. Bahkan dari balkon tempat mereka
berdua sedang duduk, aroma dari mawar bercampur lavender tidak bisa mereka
elakan.
“
Aku berpikir... ” Hoya memulai, tersenyum pada dua sosok di kejauhan yang ia
lihat dari tempatnya.
“
Hmm? ” Jangfanny merapikan surai hitam sang pangeran dengan penuh cinta.
“
Apa kau melihat siapa yang berhasil menangkap bunganya? ” Hoya mengalihkan
pandangannya pada sang putri disampingnya. Sepenuhnya menyingkirkan dua sosok
yang ia lihat dikejauhan tadi dari benaknya.
“
Hm. Menurutmu? ”
“
Menurutku, bunga tersebut jatuh tepat pada orang yang sedang jatuh cinta.
Maksudku, mawar-mawar itu seolah tahu siapa yang berikutnya akan menyusul kita.
Karena itu, dia bisa mendapatkannya bahkan tanpa berusaha menggapainya seperti
yang lain, ” Hoya menarik sang putri mendekat dan mengecup keningnya.
“
Kau benar, ” Jangfanny tertawa ringan. Matanya menangkap dua sosok manusia yang
sedang bercengkrama ditepi kolam.
“
Kau tahu kekuatan dari mawar merah bukan? ”
“
Hm, ” Hoya bergumam lembut.
“
Keluarga Immanuella selalu memiliki kepercayaan bahwa merah memiliki
sihir tersendiri dan turun-temurun warna merah telah menjadi warna kebanggaan
dari keluarga kami, ”
“
Merah, hmm... ” Hoya mengangguk.
“
Tiada yang dapat menahan gejolak dari merah yang menawan, bukan begitu,
sayangku? ”
Hoya
lagi-lagi mengangguk dan menarik sang putri untuk sekali lagi mengecup
keningnya dan mendekapnya dalam pelukannya.
“
Kurasa Jongie harus segera disingkirkan. Dia selalu menemukan kesempatan untuk
mengganggu perbincangan orang, ” Hoya menatap di kejauhan pada sosok Jongsicca
yang mungil yang terlihat mengendap-endap dibelakang sosok seorang putri yang
tampak panik menempelkan plester dan pangeran yang tak berhenti mengaduh
kesakitan.
~
0 comments:
Post a Comment